ejaan bahasa indonesia

Sejarah Bahasa Indonesia, Dari EYD ke PUEBI

Posted on

Bahasa Indonesia yang kita gunakan saat ini memiliki sejarah panjang dan dinamis. Salah satu momen penting dalam perjalanan bahasa ini terjadi pada 16 Agustus 1972, ketika pemerintah Indonesia meresmikan Ejaan yang Disempurnakan (EYD) melalui Keputusan Presiden No. 57 Tahun 1972.

Sebelum EYD, Indonesia menggunakan Ejaan van Ophuijsen, hasil warisan kolonial Belanda. Ejaan ini dinamai sesuai perumusnya, Charles van Ophuijsen, yang bekerja sama dengan Engku Nawawi dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim.

Ejaan ini mulai diterapkan pada tahun 1901 dan memiliki ciri khas, seperti penggunaan huruf “oe” yang dibaca sebagai “u” dan huruf “j” yang dibaca sebagai “y”. Meskipun kini tidak lagi digunakan, jejaknya masih dapat ditemukan dalam nama-nama orang Indonesia hingga saat ini.

Perkembangan bahasa yang terus berlanjut mendorong munculnya konsep Ejaan Melindo (Ejaan Melayu-Indonesia). Sayangnya, rencana untuk meresmikan ejaan ini pada tahun 1962 gagal karena konflik antara Indonesia dan Malaysia.

Namun, semangat untuk menyempurnakan bahasa tidak pudar. Pada tahun 1966, Lembaga Bahasa dan Kesusastraan (LBK) membentuk panitia yang dipimpin oleh Anton M. Moeliono, yang menghasilkan konsep EYD setelah melalui berbagai seminar dan penyesuaian.

Ditetapkan pada 16 Agustus 1972, EYD menjadi landasan bagi penggunaan bahasa Indonesia di seluruh negeri. Pengumuman resmi disampaikan oleh Presiden Soeharto dalam pidato kenegaraannya, menekankan penerapan ejaan baru ini dilakukan secara bertahap tanpa menimbulkan beban anggaran tambahan.

EYD telah menjadi pedoman bagi masyarakat Indonesia dalam berbahasa selama beberapa dekade. Namun, perkembangan zaman dan teknologi menuntut penyesuaian lebih lanjut.

Pada 26 November 2015, EYD secara resmi digantikan oleh Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI). Perubahan ini dilakukan untuk memastikan bahasa Indonesia tetap relevan dengan kemajuan teknologi dan dinamika masyarakat. PUEBI mencakup aturan penggunaan huruf, kata, tanda baca, serta kata serapan yang terus memperkaya bahasa Indonesia.

Kata serapan dari berbagai bahasa, seperti Jawa, China, Belanda, Arab, dan Portugis, menunjukkan bagaimana bahasa Indonesia terus berkembang. Contoh-contohnya termasuk:

  • Karcis dari kata Belanda “kaartjes”
  • Bangku dari kata Portugis “banco”
  • Abad dari kata Arab

PUEBI juga mengakomodasi istilah-istilah baru seperti “unduh” (download) dan “unggah” (upload), yang berasal dari bahasa Jawa. Istilah ini menunjukkan kemampuan bahasa Indonesia dalam menyerap dan mengadaptasi konsep-konsep modern dalam kehidupan sehari-hari.

Dengan sejarah panjangnya, bahasa Indonesia terus berevolusi, mencerminkan kekayaan budaya dan semangat bangsa yang dinamis. Dari Ejaan van Ophuijsen hingga PUEBI, setiap langkah dalam perkembangan ejaan mencerminkan usaha bangsa untuk menjaga bahasa Indonesia tetap relevan dan hidup.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *