Hikayat Arsitektur Masjid Tajug Tumpang di Alun-Alun

Posted on

 

Koropak.co.id – Biasanya pada sebuah alun-alun di suatu daerah, selain bisa ditemukan pendopo dan kediaman penguasa, turut dibangun pula sebuah masjid cukup besar yang digunakan untuk tempat beribadah bagi warga sekitar yang beragama Islam.

Selain itu juga masjid tersbut sering dijadikan sebagai penunjang berbagai keperluan para penguasa seperti sultan, bupati, Wali Kota dan lainnya untuk urusan keagamaan.

Masjid di alun-alun juga sekaligus menjadi ikon dari suatu daerah dengan memiliki arsitekturnya yang mencolok, cantik dan Indah.

Masjid utama yang berada di alun-alun kota ataupun kabupaten di suatu daerah itu juga biasanya sering disebut Masjid Agung atau Masjid Jami. Meskipun sebutannya berbeda, namun fungsi dari masjid itu tetaplah sama.

Masjid Agung atau Masjid Jami yang berada di alun-alun juga biasanya memiliki aristektur tradisional hingga terpengaruh gaya asing, contohnya seperti gaya arsitektur India. Menara dan bedug juga tak jarang menjadi dua elemen penting yang melekat dengan masjid agung atau masjid jami.

Berdasarkan data yang dihimpun Koropak dari Buku Kota Di Djawa Tempoe Doeloe karya Olivier Johannes Raap, dahulu, masjid agung di beberapa daerah menerapkan pemasangan atap dengan bentuk tajug tumpang dua maupun tumpang tiga. Contohnya seperti Masjid Agung Demak yang berada di Alun-Alun Barat Demak Jawa Tengah.

Diketahui, masjid yang didirikan pada tahun 1479 dan merupakan salah satu masjid terpenting dan tertua di Jawa. Tercatat, masjid tersebut mulai dibangun pada masa pemerintahan Raden Fatah, seorang keturunan Tionghoa dan merupakan muslim Arab.

Masjid Agung Demak mulai berbentuk tajug tumpang tiga pada tahub 1710 setelah mengalami perenovasian dari sebelumnya yang atapnya menjulang tinggi. Konstruksi dari masjid ini juga menggunakan empat tiang utama (soko guru) seperti halnya pendopo tradisional dari Jawa.

 

Baca : Di Zaman Rasulullah SAW, Fungsi Masjid Itu Komprehensif

Sementara itu, menara berkonstruksi baja setinggi 25 meter juga turut ditambahkan di masjid dan merupakan tambahan relatif baru dan dilakukan pada tahun 1932.

Di bagian belakang masjid juga terdapat makam tokoh bersejarah hingga sebuah museum yang dimana didalamnya dipamerkan berbagai hal terkait sejarah masjid dan Wali Songo.

Sama halnya dengan masjid di Demak, Masjid Agung Purworejo yang mulai dibangun di sisi barat alun-alunnya pada tahun 1831.

Konstruksi atapnya juga mengikuti tradisi Jawa dengan model atap tajug tumpang tiga, dan yang membedakannya bagian atap atas masjid di Purworejo yang lebih curam.

Menariknya, di serambi masjid ini juga terdapat obyek wisata yakni bedug terbesar di dunia bernama Kyai Bagelen yang dibuat sekitar tahun 1834. Berdiameter 194 centimeter dengan panjang 292 centimeter, bedug sebagai tanda waktu salat ini terbuat dari kulit banteng.

Selain masjid tajug tumpang tiga, ada juga masjid tajug tumpang dua. Contohnya seperti Masjid Agung Sukabumi yang didirikan untuk penduduk sebagai hadiah dari tuan tanah Andries de Wilde (1781-1865).

Namun sekitar tahun 1910, atap tajug tumpang dua masjid tersebut pun direnovasi menjadi atap tumpang tiga. Bahkan seiring berjalannya waktu atau tepatnya pada tahun 1930-an, atap masjid itu juga mengalami perenovasian dan berganti menjadi kubah serta ditambah dua menara.

Pada tahun 2004, masjid kembali mengalami perenovasian yang membuat wajah dari masjid tersebut berubah total dan tak lagi mirip dengan bangunan aslinya. Selain dijadikan sebagai tempat ibadah, masjid itu juga turut dijadikan sebagai balai pertemuan.*

 

Lihat juga : Simak Berbagai Video Menarik Lainnya Disini

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *