Kilas Sejarah Mengapa Aceh Pernah Berstatus Daerah Istimewa

Posted on

Koropak.co.id, Aceh – Provinsi Aceh atau yang dikenal juga dengan julukan Serambi Mekkah ini menjadi salah satu daerah di bumi Nusantara yang memiliki sejarah panjang, termasuk juga terkait dengan kebijakan otonomi khusus di Indonesia. 

Selain itu, tak dapat dipungkiri juga bahwa Aceh menjadi tempat penyebaran agama Islam di Nusantara yang pada saat itu dibawah kepemimpinan kerajaan Samudera Pasai.

Dalam perjalanannya, Aceh resmi dijadikan sebagai Daerah Istimewa pada 7 Desember 1959 dan Status pemberian daerah istimewa yang diberikan kepada Aceh melalui keputusan Perdana Menteri Republik Indonesia Nomor 1/Missi/1959, yang isi keistimewaannya meliputi agama, peradatan, dan pendidikan.

Namun Aceh sendiri mendapatkan statusnya sebagai Daerah Istimewa Aceh terjadi pada 26 Mei 1959 dengan sebutan lengkapnya Provinsi Daerah Istimewa Aceh. Predikat yang didapatkannya itu pun membuat Aceh memiliki hak-hak otonomi luas. Status itu juga dikukuhkan dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965.

Kemudian terkait dengan aturan Aceh sebagai daerah yang memiliki otonomi khusus atau daerah istimewa, pemerintah juga kembali menerbitkan aturan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 dengan keistimewaan Aceh meliputi penyelenggaraan kehidupan beragama, adat, pendidikan, dan peran ulama dalam penetapan kebijakan Daerah.

Sementara itu, berdasarkan sejarahnya, Aceh sendiri diketahui merupakan daerah incaran bangsa barat. Kondisi tersebut mulai terlihat dalam penandatanganan Traktat London dan Traktat Sumatera, yang dilakukan antara Inggris dan Belanda. Pasalnya mereka juga ingin menguasai Sumatra.

Pada saat Belanda menyatakan perang dengan Aceh dalam Perang Sabi hingga berhasil memenangkan peperangan tersebut, membuat Aceh secara administrasi masuk ke dalam Hindia Timur Belanda sebagai provinsi.

Sehingga, sejak 1937-an Aceh pun berubah menjadi keresidenan dan berlaku hingga kekuasaan kolonial di Indonesia berakhir. Selanjutnya saat peperangan dengan Jepang yang terjadi pada 1942-an, peperangan itu pun berakhir dengan menyerahnya Jepang pada Sekutu pada 1945-an. 

Baca: Legenda Gajah Putih dalam Tari Guel Khas Gayo Aceh

Pada masa kemerdekaan, sumbangan Aceh dinilai sangat besar, sehingga Presiden Soekarno pun menjulukinya sebagai Daerah Modal. Pada masa revolusi kemerdekaan juga, Keresidenan Aceh pada awal 1947-an berada di bawah daerah administratif Sumatra Utara. 

Namun dengan adanya agresi militer Belanda yang dilakukan terhadap Indonesia, membuat Keresidenan Aceh, Langkat, dan Tanah Karo ditetapkan menjadi Daerah Militer yang berkedudukan di Kutaradja (sekarang Banda Aceh) dengan Gubernur Militer Teungku Muhammad Daud Beureueh.

Dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 1948 yang menetapkan Sumatra menjadi 3 provinsi otonom, yaitu Sumatra Utara, Sumatra Tengah, dan Sumatra Selatan, Aceh sendiri masuk ke bagian Provinsi Sumatra Utara. 

Akan tetapi pada akhir 1949-an, Keresidenan Aceh dikeluarkan dari Provinsi Sumatra Utara, sehingga statusnya pun ditingkatkan menjadi Provinsi Aceh. Berselang satu tahun kemudian atau tepatnya pada 1950-an, Aceh sempat kembali menjadi karesidenan.

Perubahan tersebut saat itu sampai menyebabkan terjadinya gejolak politik yang berakibat dengan terganggunya stabilitas keamanan. Keinginan Aceh untuk kembali menjadi provinsi ditanggapi pemerintah hingga dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1956. 

Bahkan, guna menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, melalui misi Perdana Menteri Hardi yang dikenal dengan Missi Hardi, pada 1959-an dilakukan pembicaraan terkait gejolak politik. 

Dengan keputusan Perdana Menteri Nomor I/MISSI/1959, maka pada 26 Mei 1959-an, Provinsi Aceh berstatus sebagai Daerah Istimewa yang memiliki hak-hak otonomi luas dalam bidang agama, adat, dan pendidikan.

Silakan tonton berbagai video menarik di sini:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *