Mbah Kondor Pantai Ancol

Legenda Mbah Kondor, Monyet Penjaga Ancol Sebelum Jadi Taman Impian

Posted on

Sejak abad ke-17, keindahan yang dimiliki Pantai Ancol telah berhasil memikat para meneer Belanda. Sebelum penduduk asli bisa menikmati Pantai Ancol seperti sekarang, dulu tempat tersebut sudah dikenal sebagai tempat bagi orang Belanda yang kaya raya menghabiskan liburan mereka.

Kala itu, pemerintahan VOC berada di sekitar Pelabuhan Sunda Kelapa dan Kota Tua Jakarta dengan jaraknya yang memang tak terlalu jauh dari Ancol. Menariknya lagi, pada masa itu sebagian kawasan Ancol juga telah tertata dengan baik dan pantainya pun bersih.

Dari segi lokasi, bisa dikatakan Ancol memang berada di lokasi yang strategis. Selain itu, suasananya yang damai ditambah banyaknya villa mewah pun seolah menjadi daya tarik tersendiri bagi Ancol. Secara historis, keberadaan kawasan Ancol ini bisa dilihat pada Carita Parahiyangan, naskah kuno Sunda abad ke-15.

Namun sayangnya, saat berada di bawah pemerintahan Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels (1808-1811), semua bangunan, termasuk Kasteel Batavia, beberapa villa mewah dan Pesona Ancol di Oud Batavia dihancurkan.

Setelah itu, Kawasan Ancol pun dibiarkan lama tak berpenghuni hingga menjadi semak belukar. Dengan kondisinya yang tidak ada kehidupan, membuat Ancol dikenal sebagai sarang kera. Oleh karena itulah, ketika kendaraan mulai melewati jembatan Ancol, maka pengendara harus sangat berhati-hati.

Seiring berjalannya waktu, melalui tangan dingin Soekardjo Hardjosoewirjo, Ancol pun pada akhirnya disulap menjadi tempat wisata bertaraf internasional. Diketahui, Soekardjo sendiri merupakan orang yang memimpin proyek Taman Impian Jaya Ancol.

Soekardjo jugalah yang awalnya membuka hutan belantara untuk dibangun kawasan Ancol yang dimulai pada 1962. Sugianto Sastrosoemarto dalam buku “Jejak Soekardjo Hardjosoewirjo di Taman Impian Jaya Ancol”, melukiskan Ancol layaknya tempat tak berpenghuni.

“Pantai Ancol yang masih berupa rawa-rawa, semak dan masih belum tersentuh, merupakan kawasan yang menyeramkan. Bahkan orang menganggap kawasan tersebut tak layak ditempati, hingga dianggap sebagai tempat jin buang anak,” tulis Sugianto.

Dijelaskan juga bahwa saat itu kawasan Ancol yang sangat luas benar-benar sepi, tidak ada akses yang memadai, gelap dikarenakan tidak ada listrik, hingga belum adanya pemukiman. Selain itu juga, untuk manusia yang tinggal di sana pun hanya beberapa orang saja.

Mulai dari sinilah, Soekardjo pun menceritakan sosok hewan penjaga Ancol yakni Mbah Kondor. Hewan tersebut diketahui merupakan raja monyet yang memimpin kelompok monyet di Ancol. Pasalnya sebelum proyek itu digarap, banyak kawanan monyet yang bergerombol di Pantai Ancol.

Soekardjo juga mengaku bahwa dirinya beberapa kali melihat polah tingkah Mbah Kondor dan anak buahnya. Keanehan itu terjadi, ketika para pekerja mulai menyemprotkan lumpur serta pasir untuk memperkuat tanah dan tiba-tiba monyet itu menghilang secara misterius.

Akan tetapi beberapa waktu kemudian, Soekardjo mendapat laporan dari mantri polisi yang ikut menjaga kawasan Ancol yang mengatakan bahwa monyet-monyet itu berenang menyeberang laut ke arah Pulau Seribu. Bahkan nelayan juga mengaku sempat tidak bisa melaut akibat dari migrasi monyet itu.

Selanjutnya, diketahui monyet tersebut pindah menghuni satu pulau. Sehingga setelah itu pulau tersebut pada akhirnya dinamakan pulau monyet sampai dengan sekarang.

Di sisi lain, cerita mengenai hilang-hilangnya kera itu lantas berkembang dalam berbagai versi. Seiring berjalannya waktu, cerita itu juga bergeser dari alur kisah aslinya. Sehingga membuat cerita Mbah Kondor dan kawasan Ancol menjadi angker dan misterius.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *