Ada Sesuatu Dibalik Mudik, Mulai Sindiran Hingga Pembuktian

Posted on

Koropak.co.id – Tradisi pulang ke kampung halaman atau yang dikenal masyarakat dengan sebutan mudik, bagi sebagian masyarakat Indonesia seperti yang dari suku Jawa, bukan hanya sekedar kembali ke tempat orangtua.

Bahkan lebih dari sekadar pulang bertemu sanak saudara. Bagi masyarakat Jawa, mudik disebut sebagai “mulih” yang memiliki sindiran kepada mereka yang merantau untuk ingat akan asal-usulnya.

“Mulih itu sering dihubungkan dengan minggat, dan istilah ‘ora gelem mulih’ itu enggak enak banget,” kata Guru Besar Antropologi Budaya Universitas Gadjah Mada (UGM) Heddy Shri Ahimsa-Putra, sebagaimana dihimpun Koropak dari berbagai sumber, Sabtu 30 April 2022.

Heddy menambahkan, jadi seolah-olah sang perantau itu sudah sangat salah, dia menjadi orang yang sombong dan tidak peduli. “Enggak ngerewes dan enggak peduli lagi. Oleh karena itulah, mulih menjadi sesuatu hal yang sangat penting bagi perantau asal Jawa,” tambahnya.

Selain dibandingkan memiliki makna yang lebih menohok, Heddy menyebutkan bahwa masyarakat Jawa lebih sering menggunakan kata “mulih” dibanding “mudik” dikarenakan faktor geografi. Selain itu, Heddy juga mengatakan kata “mudik” itu berasal dari bahasa Melayu yaitu “udik” yang berarti hulu sungai.

Orang Melayu juga menyebutkan bahwa orang yang biasa tinggal di daerah hulu sungai atau tepi sungai dengan sebutan “orang udik”. Sehingga, kata “mudik” pun disebut juga sebagai “kembali ke hulu”.

Sementara di Tanah Jawa, kondisinya itu amat sangat berbeda. Di pulau dengan populasi manusia terpadat di dunia ini, kondisi sungainya tidak seperti di pulau Sumatera atau Kalimantan yang dulunya merupakan lokasi utama sebaran orang Melayu.

Baca : Mengulik Muasal Mudik

“Karena di Jawa itu enggak banyak sungai, jadi orang Jawa pun lebih familiar dengan perjalanan darat. Jadi istilah mudiknya juga dipakai untuk merujuk ke situ. Namun, mudik ini mengalami perluasan makna hingga pada akhirnya juga dipakai oleh orang-orang yang tidak tinggal di hulu sungai saja. Karena bahasa melayu jadi bahasa Indonesia, jadi dipakai semua orang,” ucapnya.

Perluasan penggunaan itu jugalah yang membuat kata “mudik” memiliki perluasan makna hingga bisa dianggap sebagai kegiatan menjalin kembali silaturahmi dengan sanak saudara di tempat asal atau kampung halaman.

“Orang yang tinggal di kota, kemudian pulang ke asalnya ya dia bilangnya mudik. Walaupun dia pulangnya tidak lagi ke hulu sungai, tapi dia tetap bilangnya mudik, karena dia mudik kembali ke tempat asalnya. Mudik yang awalnya berarti kembali ke tempat asal, sekarang juga bisa bermakna kembali ke orang tua dan ke sesuatu yang sudah lama ditinggalkan. Sehingga, mulai dari situ muncul silaturahmi,” ujarnya.

Namun kini, mudik tidak hanya sekedar untuk menjalin silaturahmi atau melepas rindu. Pulang ke kampung halaman itu juga berarti menunjukkan hasil kerja keras dari para perantau di tanah seberang.

Dorongan untuk bisa menjadi kebanggaan atau penghargaan bagi orang tua itu jugalah yang membuat tradisi mudik pun selalu menjadi hal yang menghebohkan setiap tahunnya, tak terkecuali saat pandemi dua tahun terakhir.

“Mereka enggak akan banyak berpikir lagi, pokoknya mudik saja. Karena kalau tidak terpenuhi, maka akan serasa ada yang hilang.” pungkasnya.*

Lihat juga : Simak Berbagai Video Menarik Lainnya Disini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *