Bubur ayam adalah salah satu menu sarapan favorit di Asia, terutama di Indonesia. Makanan ini terbuat dari nasi yang dimasak dengan air hingga lembut, dan dikenal sebagai makanan sehat.
Bubur memiliki sejarah panjang, dengan akar yang dapat ditelusuri hingga sebelum masehi. Menurut catatan, bubur sudah ada sejak zaman Kaisar Kuning (Kaisar Xuanyuan Huangdi) yang berkuasa pada tahun 238 SM. Pada saat itu, terjadi musim paceklik akibat kemarau berkepanjangan.
Untuk mengatasi kekurangan makanan, sang Kaisar menuangkan sup panas ke atas nasi, yang membuat nasi tersebut mengembang seperti bubur. Ia kemudian meminta juru masaknya untuk memasak beras hingga menjadi bubur, sehingga dapat menyediakan lebih banyak makanan untuk rakyatnya.
Selain itu, kisah tentang dokter Chun Yuyi juga berperan dalam sejarah bubur. Ia merawat penyakit Kaisar Qi dengan menyajikan bubur, sehingga makanan ini mulai dikenal sebagai menu sarapan bagi orang yang sedang sakit. Dalam buku pengobatan tradisional Tiongkok, bubur dianggap sebagai makanan sehat sejak tahun 219 M. Tekstur lembutnya membuat bubur sering dijadikan makanan pendamping susu untuk bayi.
Seiring waktu, bubur mulai disajikan sebagai menu sarapan di banyak rumah di Tiongkok dan negara-negara Asia lainnya, termasuk Indonesia. Bubur ayam sendiri memiliki kalori yang rendah, sekitar 138 kalori per porsi. Namun, jika ditambahkan dengan ayam, telur, dan kacang-kacangan, jumlah kalori dapat meningkat menjadi 290 kalori, masih lebih rendah dibandingkan nasi putih tanpa lauk yang mengandung 242 kalori.
Di Tiongkok, setiap tahun diadakan festival Bodhi Day, yang merayakan pencerahan Buddha (Siddhartha Gautama) di bawah pohon Bodhi. Pada abad ke-6, Dinasti Qing di bawah Kaisar Kangxi menambahkan tradisi memasak congee dalam jumlah besar untuk perayaan ini.
Bahan-bahan yang digunakan bervariasi, termasuk beras, mentega, daging, kacang-kacangan, biji-bijian, dan buah kering, dimasak dalam enam periuk untuk berbagai persembahan: satu untuk Buddha, satu untuk Kaisar dan penasihat kerajaan, satu untuk keluarga kerajaan, satu untuk pekerja kerajaan, satu untuk biksu, dan satu untuk amal.
Bubur ayam bukan hanya sekadar makanan, tetapi juga memiliki sejarah yang kaya dan nilai budaya yang mendalam. Dari asal-usulnya sebagai makanan untuk mengatasi kelaparan hingga menjadi bagian penting dari tradisi pengobatan dan perayaan, bubur telah menjelma menjadi salah satu makanan yang dicintai di Asia.