Koropak.co.id – Siapa yang tak kenal dengan Kota Bandung? Kota berjuluk Kota Kembang dan menjadi lagu berjudul Halo-Halo Bandung ini begitu tersohor.
Kota metropolitan ini pun menempati kota terbesar ketiga setelah Jakarta dan Surabaya apabila dilihat dari jumlah penduduknya. Lantas, dari mana asal muasal nama Bandung?
Ada dua versi terkait asal mula nama kota ini. Pertama, konon katanya berasal dari kata bendung atau bendungan. Hal ini dikarenakan terbendungnya sungai Citarum akibat lava Gunung Tangkuban Perahu, yang kemudian membentuk telaga.
Telaga ini kemudian digunakan sebagai tempat bermukim masyarakat yang dari tahun ke tahun terus mengalami pertumbuhan. Permukiman itu kemudian diberi nama Bandung.
Sebagaimana cerita yang tidak dapat dipisahkan dengan mitos dan legenda, versi lain dari muasal Bandung juga memuat sebagian dari keduanya.
Alkisah, Bandung diambil dari nama kendaraan air yang diikat berdampingan. Perahu ini bernama perahu bandung dan digunakan R.A. Wiranatakusumah II, Bupati Bandung 1794-1829, guna mengarungi Citarum dalam pencarian lokasi ibukota pengganti Dayeuhkolot.
Berdasarkan dari hal tersebut, akhirnya Bandung digunakan sebagai nama daerah.
Namun secara filosofi Sunda, Bandung berakar dari kalimat sakral yang luhur, ‘Ngabandungan Banda Indung’. Secara bahasa, ‘ngabandungan’ berarti menyaksikan, ‘banda’ merupakan segala sesuatu yang berada di alam, sementara ‘indung’ bisa berarti ibu (yang dalam kalimat ini menunjuk Ibu Pertiwi atau bmi).
Dilansir dari buku Asal-Usul Kota-kota di Indonesia Tempo Doeloe, segala sesuatu yang berada di alam hidup adalah ‘banda indung’ sementara langit sebagai tempat menyaksikan atau ‘Nu ngabandungan’. Dimana dalam kalimat tersebut ditujukan kepada Wasa alias Sanghyang Wisesa, yang berkuasa di langit tak berbatas.
Baca : Tempo Dulu, Pasar Pagi dan Sore Sudah Biasa
Jadi secara filosofis, Bandung merupakan tempat segala makhluk lahir dan tumbuh di Ibu Pertiwi dengan disaksikan oleh Yang Maha Kuasa.
Jejak-jejak sejarah masih dapat ditemukan di Bandung saat ini. Sebut saja kawasan Jalan Asia-Afrika yang dulunya merupakan Jalan Raya Pos, merupakan cikal-bakal Kota Bandung.
Adalah Herman Willem Daendels yang menancapkan tongkat di sisi De Groote Postweg, titik yang kemudian dikenal dengan nama Kilometer 0, tak jauh dari pelataran Hotel Grand Preanger.
Daendels membujuk Raden Wiranatakusumah II sebagai Bupati Bandung ke-6 untuk memindahkan ibukota Bandung dari Karapyak, 16km selatan bandung, ke lokasi alun-alun yang sekarang.
Alasan dipindahkannya ibukota ke sana adalah karena sungai Cikapundung. Sungai Cikapundung dijadikan sumber air utama bagi para warga saat itu.
Sementara alun-alun yang sekarang menjadi pusat kota Bandung merupakan taman publik pertama di Bandung. Lokasi alun-alun ini diapit oleh berbagai tempat lain, yakni Masjid Agung di sebelah Barat, Palaguna dan beberapa bioskop di sisi timur, Rumah Pendopo di sebelah selatan, serta penjara Banceuy di sisi utara.
Penjara Banceuy dibangun tahun 1877 dan diruntuhkan pada tahun 1984. Sebagai tanda bahwa di lahan tersebut merupakan sebuah bangunan penjara, maka didirikanlah menara pengawas.
Bandung pun memiliki Hotel Savoy Homan, yang merupakan hotel pertama di Bandung. Dimana pada mulanya terbuat dari bambu dan direkonstruksi menjadi gaya neogothik romantik sebelum didesain ulang menjadi gaya streamline art deco oleh A.F. Aalbers pada 1939.
Hotel yang pada mulanya dimiliki oleh keluarga Homann dari Jerman, adalah saksi sejarah tempat para pemimpin dari Asia dan Afrika menginap saat Konferensi Asia-Afrika diselenggarakan di Bandung pada 1955.
Lalu ada gedung tua berupa Kantor Pos Bandung yang dibangun tahun 1928 dengan gaya geometric art deco rancangan J. Van Gent dan masih difungsikan sebagai Posten Telegraf Kantoor.
Terakhir, ada pula gedung Bank Mandiri yang mulanya dipakai Bank Escompto, bank pertama di Bandung yang melayani warga maupun tuan rumah Parahyangan.*
Lihat juga : Simak Berbagai Video Menarik Lainnya Disini