Koropak.co.id – Jenang sumsum atau yang lebih populer dikenal dengan nama bubur sumsum merupakan makanan tradisional yang selalu hadir dalam setiap acara hajatan. Tak sekedar sebagai pengisi perut, panganan yang satu ini juga ternyata memiliki makna filosofis bagi masyarakat Jawa.
Dilansir dari berbagai sumber, konon Jenang sumsum sendiri lahir dari kisah getirnya kehidupan bangsa Indonesia sebagai bangsa terjajah di masa lampau. Pada masa itu, Nenek moyang kita harus hidup dengan merasakan sulitnya mencari bahan pangan untuk makanan sehari-hari.
Bagaimana tidak, lahan-lahan pertanian milik rakyat kecil di masa itu dirampas dan dimanfaatkan demi kepentingan para penguasa. Kondisi semacam ini pun tidak hanya dialami dalam sehari atau dua hari saja, bahkan terjadi hingga ratusan tahun hidup di bawah kendali para penjajah.
Dalam situasi serba kekurangan inilah, masyarakat pun lantas memutar otak bagaimana caranya mengatasi kelaparan tersebut. Salah satu cara yang pada akhirnya ditempuh adalah mengolah beras dengan perbandingan air yang lebih banyak, sehingga terciptalah makanan yang bernama bubur.
Bubur jenang sumsum sendiri diketahui merupakan bubur yang terbuat dari tepung beras yang disajikan bersama kuah gula merah yang kerap disebut juruh. Jenang sumsum atau bubur sumsum ini juga sebenarnya cukup jarang ditemukan sebagai hidangan sehari-hari.
Karena, bubur yang satu ini biasanya menjadi hidangan istimewa dalam acara hajatan masyarakat Jawa. Bubur sumsum ini kerap disajikan oleh tuan rumah untuk orang-orang yang membantu kelancaran berjalannya suatu upacara besar, misalnya upacara pernikahan hingga khitanan.
Baca : Semua Tentang Gudeg Yogyakarta, Asalnya Makanan Prajurit
Rupanya hal itu justru menyimpan makna filosofis yang mendalam. Tujuannya adalah agar keluarga, kerabat, dan tetangga yang telah mencurahkan tenaga dan pikirannya demi menyukseskan acara dapat melepas rasa lelah. Sehingga dengan menyantap bubur sumsum, maka mereka pun akan merasa kembali berenergi.
Secara simbolis, semangkuk bubur sumsum ini menjadi lambang ucapan terima kasih dari si tuan rumah. Meskipun begitu, bermakna juga sebagai bentuk rasa penuh syukur atas terselenggaranya acara tersebut.
Dua elemen warna yang ada dalam bubur sumsum itu juga memiliki makna tersendiri. Warna putih pada bubur itu melambangkan kebersihan hati dan kesederhanaan, sedangkan rasa manis pada bubur, menunjukkan kesejahteraan dan kebahagiaan.
Untuk melengkapi nikmatnya semangkuk bubur sumsum, biasanya makanan ini akan disajikan bersama parem, yaitu minuman jamu yang mengandung ekstrak bahan-bahan alami.
Jenang Sungsum dipercaya memiliki makna kultural yang dimaksudkan agar seluruh keluarga dan orang orang terdekat memiliki kekuatan kembali setelah selama berhari-hari seluruh pikiran dan fisiknya tercurah untuk upacara pernikahan, khitanan dan lainnya.*
Lihat juga : Simak Berbagai Video Menarik Lainnya Disini