Koropak.co.id, Jakarta – Tahun ini menjadi tahun terakhir bagi Toko Buku Gunung Agung. Setelah 70 tahun eksis di tanah air, toko buku legendaris yang berdiri sejak 1953-an itu memutuskan untuk menutup seluruh gerainya di Indonesia pada akhir tahun 2023.
Tercatat, sejumlah outlet yang nantinya akan ditutup diantaranya di Jakarta, Bandung, Semarang, Gresik, Magelang, Bekasi dan Surabaya. Adapun alasan penutupan toko buku tersebut dikarenakan faktor penjualan yang dinilai tidak mampu menutupi beban operasional yang besar setiap tahunnya.
“Penutupan toko atau outlet ini tidak hanya kami lakukan akibat dampak dari pandemi Covid-19 yang terjadi pada 2020 saja, akan tetapi dikarenakan kami juga telah melakukan efisiensi dan efektivitas usaha sejak 2013,” tulis Direksi PT GA Tiga Belas.
Dalam perjalannya, bisa dikatakan bahwa toko buku ini sudah puluhan tahun berdiri. Kemudian selama itu jugalah, toko buku yang biasanya ada di dalam mal tersebut sudah melekat di hati konsumennya. Pasalnya, toko buku ini hadir ketika permintaan buku-buku sangat tinggi setelah kemerdekaan Indonesia.
Melihat kesempatan yang terbuka lebar itu, Tjio Wie Tay mencoba untuk melebarkan bisnisnya dengan membangun sebuah kios sederhana yang menjual buku, surat kabar, hingga majalah di pusat Jakarta.
Bak gayung bersambut, masyarakat yang antusias pun mampu memberikan keuntungan yang besar dibandingkan usaha penjualan rokoknya. Tjio Wie Tay pun kemudian membeli sebuah rumah, tepatnya di Jalan Kwitang Nomor 13, Jakarta Pusat. Tak hanya itu saja, ia juga bahkan membeli percetakan kecil di belakang rumahnya.
Dikarenakan besarnya keuntungan yang didapatkan, Tjio Wie Tay memutuskan untuk menutup bisnis rokok dan bir-nya. Kemudian setelah itu ia mendirikan sebuah perusahaan baru yang menerbitkan dan mengimpor buku bernama firma Gunung Agung.
Baca: Menguak Sejarah Hari Buku Nasional dan Abdul Malik Sebagai Pencetusnya
Dengan modal Rp500.000, Gunung Agung berhasil memamerkan 10.000 buku yang tentunya jumlah tersebut sangat fantastis pada masa itu. Pameran yang dilakukan pada 1953-an, menjadi momentum awal dari bisnis Toko Buku Gunung Agung.
Setahun berikutnya, melalui Pekan Buku Indonesia pada 1954, Tjoe Wie Tay berkenalan dengan pemimpin Indonesia saat itu yakni Presiden Ir Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta. Dari perkenalan inilah, Gunung Agung mendapat kepercayaan untuk menggelar pameran buku di Medan.
Setelah itu, bisnis Gunung Agung kemudian semakin membesar seiring dengan ditandainya pendirian gedung berlantai tiga yang ada di Jalan Kwitang Nomor 6 dan diresmikan secara langsung oleh Bung Karno pada 1963.
Selanjutnya, di tahun yang sama, Tjoe Wie Tay memutuskan untuk mengubah namanya menjadi Masagung. Diketahui, salah satu penerbitan bersejarah yang dilakukan kala itu adalah buku autobiografi Soekarno yang ditulis oleh Cindy Adams berjudul “Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat”.
Selama 70 tahun berdiri, membuat Toko Buku Gunung Agung telah merasakan manis pahitnya dunia bisnis. Selain itu, ada sebanyak 14 toko dibuka di 10 kota besar di Pulau Jawa serta 20 Toko Buku Gunung Agung di Jabodetabek.
Namun setelah masa kejayaannya, Toko Buku Gunung Agung harus mengalami masa pahit terutama ketika badai pandemi Covid-19 melanda Indonesia pada 2020 lalu. Akibatnya, saat itu ada beberapa toko yang perlu ditutup.