Koropak.co.id – Pasuruan, sebuah kawasan yang memperlihatkan kekayaan sejarah yang menghanyutkan, terletak di sebelah tenggara Kota Surabaya, Jawa Timur. Batas-batasnya bersinggungan dengan Kabupaten Sidoarjo di utara, Kabupaten Probolinggo di timur, Kabupaten Malang di selatan, dan Kabupaten Mojokerto di barat.
Menyusur jejaknya yang panjang, kita dapat memandang ke belakang hingga 1.100 tahun lalu, saat ia mulai mengukir sejarahnya. Pasuruan bukanlah suatu entitas baru di peta sejarah Jawa Timur.
Jejaknya membawa kita kembali ke zaman kerajaan Hindu-Buddha di Nusantara. Pada masa lalu, Pasuruan tercatat sebagai bagian dari Kerajaan Kalingga atau Holing, yang dipimpin oleh Ratu Shima.
Setelah Kerajaan Kalingga redup, berkuasalah Kerajaan Mataram Kuno di Jawa Tengah. Pada abad ke-10, perpindahan pusat pemerintahan Mataram Kuno ke Jawa Timur, oleh Mpu Sindok, membuka babak baru bagi Pasuruan.
Di masa kekuasaan Mataram Kuno periode Jawa Timur, yang dikenal sebagai Kerajaan Medang, banyak prasasti dikeluarkan, termasuk Prasasti Cungrang, yang menjadi penanda penting dalam sejarah Pasuruan.
Tanggal 18 September 929 Masehi, yang terukir dalam Prasasti Cungrang, dianggap sebagai hari lahir Kabupaten Pasuruan. Kota ini juga mencatat perannya sebagai kota pelabuhan pada masa Kerajaan Kahuripan pada abad ke-11, dengan Pelabuhan Tanjung Tembikar sebagai saksi bisu kegemilangan perdagangan kuno.
Baca: Asal Usul Nama dan Jejak Sejarah Kabupaten Pemalang
Keberadaan pelabuhan ini membawa Pasuruan sebagai salah satu pusat transaksi dagang antarpulau di kawasan timur Nusantara. Era Kerajaan Majapahit mengukir sejarah baru bagi Pasuruan, yang tercatat dalam Kitab Negarakertagama.
Nama kuno “Pasoeroean”, yang berarti tempat tumbuh tanaman sirih, menjadi bukti keberadaan dan pentingnya wilayah ini. Kemudian, dengan runtuhnya Majapahit, pengaruh Islam mulai menjalar, dan Pasuruan menjadi pangkalan penting dakwah, terutama di bawah peran Sunan Giri.
Ketika Belanda menancapkan kehadirannya sebagai penjajah, Pasuruan menjadi bagian integral dari jalur perdagangan. Sungai Gembong menjadi saksi bisu aktivitas perdagangan, sementara jalan raya dan jalur kereta api memberi penghubung vital antara Pasuruan dengan daerah lain.
Era kemerdekaan membawa perubahan signifikan bagi Pasuruan. Dari sebuah kotamadya dengan tiga desa dalam satu kecamatan, ia berkembang menjadi kota otonom dengan kecamatan yang lebih luas.
Perubahan status dan pembagian administratif terjadi, mencerminkan perjalanan panjang dan kompleks dari sebuah wilayah dengan sejarah yang kaya dan beragam.