Ketika Banjarmasin Terkepung dalam Peristiwa Memilukan 8 Februari 1942

Posted on

Koropak.co.id – Takdir tragis menutup lembaran sejarah Kalimantan Selatan ketika kecamuk perang Pasifik 1941 mengubah wajah kota Banjarmasin secara drastis. 

Kota Seribu Sungai itu terjebak dalam pusaran adu kuasa antara Jepang dan Belanda, menyisakan pemandangan menyala bak lautan api yang menggelapkan langit.

Pada malam 8 Februari 1942, kapal terakhir KPM meninggalkan Banjarmasin, meninggalkan kota dalam keadaan terkepung oleh kobaran api. 

Di berbagai sudut Banua Anyar dan Bagau, kaleng-kaleng berisi minyak tanah, pelumas, bensin, dan berbagai jenis bahan bakar lainnya menumpuk, siap memercikkan kemarahan dalam bentuk nyala api.

Sebuah catatan berjudul “Banzai! Operasi Militer Jepang untuk Menguasai Indonesia” oleh sejarawan Nino Oktorino, menceritakan tentang upaya Belanda yang lemah dan kalah jumlah.

Kala itu mereka meminta bantuan milisi landwacht (jenis hansip) dan Algemene Vernielings Corps (AVC) untuk menyelamatkan diri dengan cara melakukan teknik bumi hangus jika Jepang berhasil menduduki Kalimantan.

Baca: Memori Kelam 9 Desember 1947: Tragedi Pembantaian Rawagede yang Mengguncang

Peristiwa tragis tercatat ketika Lapangan Terbang Ulin (sekarang Bandara Syamsudin Noor Banjarmasin) diserang oleh pesawat Jepang pada 25 Desember 1941. Sebulan kemudian, pesawat Catalina Belanda diserang dan meledak oleh pesawat pemburu Jepang pada 21 Januari 1942, menandai awal bencana bagi penduduk Banjarmasin.

Pasukan Belanda mencoba bertahan dengan mendaratkan sembilan pesawat Glenn Martin di Ulin pada 28 Januari 1942, namun upaya mereka sia-sia karena diserang habis-habisan oleh pesawat Jepang. Perang semakin dekat di Kalimantan Selatan.

Pada 24 Januari 1924, Balikpapan jatuh ke tangan Jepang, yang kemudian bergerak menuju Pasir dan Tanah Grogot sebelum mendarat di Teluk Adang. Belanda melancarkan politik bumi hangus dengan merusak segala sesuatu yang dapat dipergunakan oleh Jepang.

Kemudian pada 4 Februari 1942, pasukan Jepang mulai menerobos hutan-hutan dan sungai-sungai, dan pada tanggal 6 Februari 1942, mereka berhasil menduduki Tanjung dan Kandangan. Malam sebelumnya, pasukan Belanda membakar habis persediaan minyak, beras, dan karet, serta meledakkan beberapa jembatan.

Ketegangan mencapai puncaknya pada 8 Februari 1942, ketika rakyat Banjarmasin turun ke jalan untuk menjarah dan mengamuk. Pasukan Jepang tiba dan menangkap sejumlah orang Belanda, yang kemudian dieksekusi secara brutal di Jembatan Coen. 

Pertumpahan darah dan teror Jepang melanda kota, meninggalkan Banjarmasin dalam kehancuran. Setelah pasukan Kaigun Jepang mengambil alih kendali, ketertiban mulai ditegakkan, tetapi bekas tragedi tersebut tetap terpatri dalam ingatan Banjarmasin, saksi bisu peristiwa yang membuka lembaran baru dalam sejarah Kalimantan Selatan.

Baca juga: Tragedi Pembantaian Tebing Tinggi: Mengenang Peristiwa Kelam 13 Desember 1945

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *