Sejarah Masyumi

Sejarah Masyumi Terbentuk dari Kongres Umat Islam Yogyakarta

Posted on

Masyumi, singkatan dari Majelis Syuro Muslimin Indonesia, adalah sebuah organisasi masyarakat yang berdiri di bawah pengaruh pendudukan Jepang tahun 1943, bertujuan untuk mengendalikan dan meredam potensi pemberontakan yang dapat muncul dari kelompok-kelompok Islam di Indonesia.

Masyumi didirikan pada tanggal 7 November 1945, di Jakarta, sebagai respons terhadap kebutuhan untuk mengorganisir umat Islam dalam menghadapi tantangan politik pasca-kemerdekaan. Partai ini dibentuk oleh tokoh-tokoh Islam terkemuka, termasuk Mohammad Natsir dan Kasman Singodimejo. Masyumi muncul sebagai wadah bagi umat Islam untuk menyuarakan aspirasi mereka dalam pembangunan bangsa dan negara.

Sejak awal, Masyumi menekankan pentingnya syariah Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Partai ini mengusung prinsip-prinsip keadilan sosial, persatuan, dan pengembangan moralitas berdasarkan nilai-nilai Islam. Dengan dukungan yang kuat dari kalangan umat Islam, Masyumi dengan cepat mendapatkan tempat di kancah politik nasional.

Keanggotaan Masyumi terdiri dari berbagai perkumpulan Islam yang telah mendapat pengakuan legal dari pemerintah serta para ulama yang direkomendasikan oleh Shumubu (Biro Urusan Agama).

Pemilihan nama “Masyumi” terjadi dalam Kongres Umat Islam yang diadakan pada 7-8 November di Gedung Madrasah Mu’alimin Yogyakarta. Pada kesempatan tersebut, Sukiman Wirjdosandjojo terpilih sebagai ketua Pengurus Besar, sementara KH Hasyim Asy’ari menjadi ketua Majelis Syuro.

Dalam Anggaran Dasar Masyumi, terdapat pernyataan tujuan organisasi, yaitu mewujudkan implementasi ajaran dan hukum Islam dalam kehidupan masyarakat dan negara Republik Indonesia dengan mendekati keridaan Ilahi.

Selain kelompok-kelompok yang sudah terafiliasi, anggota Masyumi juga terdiri dari berbagai organisasi Islam dan individu yang kemudian bergabung. Sistem dualisme keanggotaan diperbolehkan dengan pertimbangan untuk memperluas basis anggota Masyumi tanpa diskriminasi kelompok tertentu.

Namun, dinamika ini menyebabkan perpecahan internal dalam Masyumi, khususnya di antara kelompok sosialis-religius yang dipimpin oleh Mohammad Natsir, Sjafruddin Prawiranegara, dan Mohammad Roem, dengan kelompok konservatif dan golongan tua yang dikoordinasikan oleh Sukiman dan Jusuf Wibisono.

Pertentangan internal ini akhirnya membentuk citra ganda Masyumi, yaitu sebagai partai oposisi dan sekaligus membiarkan anggotanya, atas nama individu, bergabung dengan kabinet Sjahrir. Meskipun ada keikutsertaan anggota dalam kabinet, perpecahan ini sebagian besar terkait dengan sikap oposisi partai itu sendiri.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *