Legenda Kota Lobutuo

Legenda Kota Lobutuo yang Hilang Ditelan Sejarah

Posted on

Pada masa lampau, Kota Lobutuo adalah sebuah kota yang makmur dan penuh kedamaian, dipimpin oleh seorang raja yang bijaksana, Tuanku Raja Muda. Di bawah kepemimpinannya, Lobutuo menjadi pusat perdagangan yang ramai, menarik para saudagar dari berbagai penjuru untuk berdagang.

Namun, kejayaan kota ini tiba-tiba hancur ketika seekor burung garuda berkepala tujuh, yang dikenal dengan keganasannya, mulai meneror kota tersebut.

Ketakutan menyelimuti seluruh kota. Masyarakat tak berani keluar rumah, bahkan untuk menyalakan api sekalipun, karena burung garuda ini akan langsung menyerang dan membunuh siapa saja yang berani melakukannya.

Kondisi ini menyebabkan kelaparan dan kematian di mana-mana, dengan banyak penduduk tewas dalam serangan burung garuda yang kejam. Tragedi ini tidak terhindarkan bahkan bagi Tuanku Raja Muda, yang akhirnya tewas bersama para pengawalnya dalam upaya melawan burung garuda.

Kota Lobutuo yang dulunya ramai, berubah menjadi kota mati yang sunyi, ditinggalkan oleh penduduknya yang melarikan diri ke berbagai tempat seperti Aceh, Karo, Toba, dan Siborongborong.

Di tengah kehancuran ini, hanya Putri Andam Dewi, putri Tuanku Raja Muda, yang tetap bertahan bersama pengasuhnya. Mereka bersembunyi di bawah belanga untuk menghindari teror burung garuda.

Di tempat lain, Raja Sutan Gambang Patuanan, seorang raja dari negeri di sebelah timur Sumatera Barat, mendapatkan sebuah penglihatan dalam mimpinya tentang kehancuran Lobutuo. Dengan keyakinan kuat, ia memutuskan untuk berangkat ke Lobutuo bersama pasukannya.

Setibanya di sana, ia hanya menemukan sisa-sisa kota yang sunyi dan tidak berpenghuni. Namun, sebuah rumah yang berbeda dari yang lain menarik perhatiannya, dan di sanalah ia menemukan Putri Andam Dewi yang bersembunyi.

Setelah mendengar cerita sang putri tentang kehancuran kota dan ketakutan yang ditimbulkan oleh burung garuda, Sutan Gambang menawarkan bantuan.

Meskipun awalnya sang putri meragukan kemampuannya, Sutan Gambang bersikeras dan membuat perjanjian bahwa jika ia berhasil menaklukkan burung garuda, Putri Andam Dewi harus menerima lamarannya. Putri Andam Dewi akhirnya setuju.

Sutan Gambang pun menyusun rencana. Ia menggali tujuh lubang dan menyalakan api di dalamnya, menghasilkan asap tebal yang menarik perhatian burung garuda.

Dengan keberanian dan keahliannya, Sutan Gambang berhasil memenggal setiap kepala burung garuda yang ganas itu, satu per satu hingga semuanya jatuh ke dalam lubang-lubang tersebut.

Setelah kabar keberhasilan Sutan Gambang menyebar, Putri Andam Dewi, yang merasa gentar akan perjanjian mereka, berusaha mengingkarinya dengan bersembunyi di dalam lubang besar pada sebuah pohon.

Merasa dikhianati, Sutan Gambang bersumpah bahwa jika sang putri keluar dari persembunyian, tidak akan ada manusia biasa yang mampu melihatnya atau menyentuhnya.

Sumpah tersebut segera diikuti oleh sambaran halilintar yang menggetarkan langit. Pengasuh sang putri hanya bisa menyesali keadaan tersebut. Akibat sumpah itu, Putri Andam Dewi pun menjadi tak terlihat dan tak tersentuh oleh kehidupan manusia biasa.

Seiring berjalannya waktu, tujuh lubang tempat Sutan Gambang memenggal kepala burung garuda mulai mengeluarkan bau busuk. Dari sinilah asal mula nama Aek Busuk, sebuah tempat yang hingga kini dikenang sebagai saksi bisu dari legenda tragis Kota Lobutuo.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *