Letusan Gunung Krakatau

Legenda Selat Sunda dan Gunung Krakatau, Konon Tercipta Karena Raja Marah

Posted on

Sejak zaman dahulu, Selat Sunda memiliki peranan penting dalam jalur pedagangan di bumi Nusantara. Diketahui, Selat Sunda merupakan sebuah lautan sempit yang menghubungkan Pulau Jawa dan Pulau Sumatra, serta menghubungkan Laut Jawa dengan Samudera Hindia.

Kini, akses di antara Pulau Jawa dan Sumatra itu dihubungkan oleh dua pelabuhan yang bernama Pelabuhan Merak yang berada di Banten dan Bakauheni yang berada di Lampung.

Selain itu, di selat ini juga terdapat sebuah gunung berapi aktif yang terkenal dan pernah meletus dahsyat pada 1883-an, yaitu Gunung Krakatau. Namun di balik itu semua, ternyata ada sebuah cerita legenda yang berkembang di masyarakat lokal mengenai terbentuknya Selat Sunda dan Gunung Krakatau ini.

Berdasarkan kisah legenda yang beredar di masyarakat, konon katanya pada zaman dahulu terdapat sebuah kerajaan yang dipimpin seorang raja bernama Prabu Rakata yang terkenal bijaksana. Saat Prabu Rakata berkuasa, Pulau Jawa dan Sumatra masih tergabung dalam satu daratan.

Sang raja memiliki dua orang putra laki-laki bernama Raden Tapabaruna dan Raden Sundana. Suatu ketika, ia berniat untuk melakukan pertapaan dikarenakan usianya yang sudah semakin menua. Selain itu, kedua anaknya juga sudah memasuki usia yang tepat untuk memangku jabatan sebagai raja.

Akan tetapi sebelum melakukan tapa brata, sang raja terlebih dahulu mencoba untuk berbicara kepada kedua anaknya mengenai rencananya untuk membagi dua wilayah kekuasaan agar masing-masing memiliki daerahnya sendiri. Pembagian wilayah tersebut juga dilakukan dengan tujuan agar kedua anaknya tidak merasa iri satu sama lain.

Raden Tapabaruna pun mendapatkan jatah kekuasaan di daerah barat, sementara Raden Sundana mendapatkan wilayah di bagian timur. Pembagian wilayah kekuasaan itu disepakati dan disetujui kedua anaknya. Dengan diterimanya keputusan ini, sang raja akhirnya bisa merasa tenang dan memutuskan pergi untuk melakukan tapa brata.

Dalam melaksanakan kegiatan menyepinya, sang raja sama sekali tidak membawa banyak barang dan hanya sebuah benda pusaka miliknya saja yakni berupa guci favoritnya.

Di sisi lain, ketika sang raja masih melaksanakan kegiatan pertapaan ini, tiba-tiba tersiar kabar yang sampai ke telinga sang raja bahwa terjadi peperangan internal di kerajaannya.

Peperangan internal itu diketahui melibatkan kedua anaknya yang sebelumnya telah ia bagi daerah kekuasaannya. Usut punya usut, ternyata peperangan ini terjadi karena ulah Raden Sundana yang menyerang Raden Tapabaruna karena ingin mendapatkan kekuasaan yang lebih luas daripada yang telah dijanjikan.

Prabu Rakata pun marah besar kala mendengar kabar tersebut. Tanpa menyelesaikan pertapaannya, sang raja memutuskan untuk pulang agar dapat membicarakan permasalahan ini dengan kedua anaknya yang saling berselisih itu. Pasca kembali, sang raja meminta agar kedua belah pihak saling berdamai.

Kemudian setelah itu Prabu Rakata pun menginjak tanah dengan hebatnya hingga bumi berguncang. Selanjutnya Prabu Rakata memerintahkan kedua anaknya untuk berdiri di daerah kekuasaannya masing-masing dengan para pasukan tentara yang berdiri di belakang kedua anaknya. Lalu, sang raja meminta anaknya untuk melihat kesaktiannya.

Dengan guci pusaka yang berisi air laut, Prabu Rakata menuangkan airnya di antara pasukan Raden Sundana dan Raden Tapabaruna. Setelah itu guci tersebut diletakkan di atas tanah. Tak lama, muncul sebuah keajaiban yang membuat tanah berguncang keras hingga membuat sebuah retakan besar dan menciptakan jurang yang dalam.

Retakan ini juga semakin merembet ke arah selatan dan utara. Hal inilah yang membuat wilayah dari kedua anaknya pun terpisah, sehingga benar-benar memisahkan keduanya menjadi pulau tersendiri.

Di antara kedua daerah ini juga terbentuklah Selat Sunda. Sementara guci milik sang raja berubah menjadi sebuah gunung yang kini dikenal sebagai Krakatau.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *