Pertahanan Sipil, atau yang lebih dikenal sebagai Hansip, telah menjadi salah satu komponen penting dalam konsep pertahanan negara sejak zaman kolonial Belanda. Awalnya didirikan untuk menghadapi ancaman dari Jepang, Hansip mengalami perkembangan yang signifikan sepanjang sejarahnya.
Pada masa kolonial Belanda, Hansip dimulai dengan nama LBD (Lucht Bescherming Dients), bertugas sebagai tim reaksi cepat untuk memberikan informasi dan melindungi masyarakat dari serangan udara.
Struktur organisasi LBD terdiri dari tingkat pusat hingga daerah di bawah pejabat sipil, dengan fokus defensif dan reaksional terhadap ancaman.
Ketika Jepang berkuasa pada tahun 1943, LBD diubah menjadi Pertahanan Sipil (Hansip) dengan arahan untuk pertahanan dan pengerahan sumber daya secara menyeluruh.
Setelah Indonesia merdeka, Hansip dilindungi oleh payung hukum di bawah keputusan Wakil Menteri Pertama Urusan Pertahanan/Kemanan No. MI/A/72/62 tanggal 19 April Tahun 1962.
Pembinaan Hansip kemudian diserahkan kepada Mendagri melalui Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1972. Namun, pada periode Susilo Bambang Yudhoyono, Keputusan Presiden tersebut dicabut berdasarkan rekomendasi Kemendagri.
Transformasi Hansip dari kegiatan pertahanan dan keamanan menjadi peran membantu pengamanan lingkungan terjadi ketika Hansip berubah menjadi Linmas (Perlindungan Masyarakat) pada tahun 2002. Meskipun berganti nama, tugas Linmas tetap sama, namun tanpa pelatihan dasar militer sejak tahun 2004.
Sejak saat itu, pembinaan Linmas berada di bawah PEMDA melalui Satuan Pamong Praja (Satpol PP) sesuai dengan UU 32 tahun 2004. Peran Linmas pun semakin ditingkatkan, termasuk kemampuan dasar penanggulangan bencana dan pengamanan lingkungan seperti di tempat-tempat acara kemasyarakatan.