Setiap tahunnya, tepat di tanggal 1 Juli, masyarakat Indonesia memperingati Hari Bhayangkara dengan penuh penghormatan dan apresiasi terhadap dedikasi para aparat kepolisian terhadap negara dan rakyat.
Sejarah nama Bhayangkara sendiri merujuk pada zaman Kerajaan Majapahit di mana patih Gajah Mada membentuk pasukan pengamanan yang dikenal dengan sebutan Bhayangkara, bertugas melindungi raja dan kerajaan.
Perkembangan kepolisian di Tanah Air kemudian terjadi pada masa kolonial Belanda, ketika pasukan jaga dibentuk untuk melindungi aset dan kekayaan orang Eropa di Hindia Belanda.
Pada tahun 1897, sekelompok warga Eropa di Semarang merekrut 78 orang pribumi untuk menjaga keamanan mereka, membentuk pasukan Rechst politie yang dipimpin oleh procureur general atau jaksa agung.
Bentuk kepolisian tersebut meliputi veld politie (polisi lapangan), stands politie (polisi kota), cultur politie (polisi pertanian), bestuurs politie (polisi pamong praja), dan lain-lain.
Namun, dalam penerapannya terjadi ketimpangan jabatan, di mana orang pribumi tidak diperkenankan untuk menjabat dalam beberapa posisi tinggi, termasuk hood agent atau bintara.
Pada periode antara tahun 1897 hingga 1920, Kepolisian Hindia-Belanda terbentuk sebagai cikal bakal dari Kepolisian Negara Republik Indonesia yang kita kenal saat ini.
Dengan evolusi dan perubahan yang berkelanjutan, Bhayangkara telah menjadi simbol penting dalam menjaga kedamaian dan ketertiban masyarakat Indonesia, meneruskan warisan jasa-jasa pahlawan-pahlawan pengamanan sejak masa lampau.