Menelusuri Asal Usul Kue Tamo dalam Tradisi Sangir

Menelusuri Asal Usul Kue Tamo dalam Tradisi Sangir

Posted on

Pembahasan kali ini kita bakal ngobrol tentang kue tamo, salah satu kuliner khas dari masyarakat Sangir di Kepulauan Sangihe. Kue ini bukan sekadar makanan biasa, tapi juga membawa makna mendalam tentang kerukunan dan kebersamaan dalam komunitas mereka.

Kue tamo terbuat dari perpaduan beras, kelapa, dan gula aren. Menurut Anwar Tatali, seorang Tetua Adat Kampung Bentung, kue ini dikenal dalam bahasa Sangir sebagai Maka Sembau Komorang, yang artinya simbol kebersamaan. Jadi, setiap kali ada kue tamo, itu berarti ada momen spesial yang merayakan ikatan sosial.

Kue ini biasanya disajikan dalam berbagai upacara adat, seperti pernikahan dan tradisi tulude, yang merupakan kegiatan penting bagi masyarakat Sangir.

Nama “tamo” sendiri merupakan singkatan dari beberapa kata dalam bahasa Sangir:

  • Tundu: kebiasaan atau adat budaya
  • Aha: ajaran atau panduan
  • Mehengkeng nusa: pemimpin atau petuah
  • Onto: tanaman yang ditanam atau warisan

Secara keseluruhan, “tamo” mencerminkan warisan budaya yang telah diturunkan dari generasi ke generasi. Menurut Anwar, kue ini pertama kali diperkenalkan dalam upacara pernikahan oleh leluhur mereka.

Kue tamo dibuat secara tradisional. Prosesnya dimulai dengan merkaryo maneng, yaitu doa untuk memohon berkah sebelum memasak. Bahan-bahannya seperti beras, ketan, atau umbi-umbian seperti talas dicampur dengan kelapa muda dan gula merah, lalu dimasak selama sekitar tiga jam. Setelah itu, adonan dicetak dalam bentuk kerucut dan didiamkan selama dua hari di wadah khusus.

Ada aturan unik dalam pembuatan kue ini. Misalnya, jika seorang perempuan yang membuatnya, maka perempuan lain yang harus meneruskan, dan begitu juga untuk laki-laki. Selain itu, adonan harus diaduk dengan arah tertentu agar kue tersebut mendapatkan berkah.

Saat disajikan, kue tamo dihias dengan bendera dan telur di bagian pucuknya sebagai simbol kesuksesan dan kenyamanan. Bagian bawahnya dihiasi dengan hasil bumi dari pertanian dan perikanan, melambangkan kerjasama antara petani dan nelayan.

Dalam upacara adat, kue tamo dibawa dalam iring-iringan yang meriah, disertai musik tagonggong dan tarian gunde. Kue ini ditempatkan di tempat strategis dan dipotong dengan cara tertentu sebelum dibagikan kepada seluruh masyarakat.

Pelestarian kue tamo sangat penting bagi masyarakat Sangir. Dewan Adat Kabupaten Kepulauan Sangihe bahkan mengadakan kompetisi pemotongan kue tamo untuk memastikan tradisi ini tetap hidup dan dihargai oleh generasi mendatang.

Kue tamo bukan hanya sekadar makanan, tetapi simbol dari nilai-nilai sosial dan budaya masyarakat Sangir. Dengan menjaga tradisi ini, kita turut melestarikan warisan yang kaya dan memperkuat ikatan komunitas. Jadi, kalau kamu berkesempatan untuk mencicipi kue tamo, ingatlah makna di balik setiap suapnya!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *