Bagi masyarakat Sunda, Lutung Kasarung tidaklah terdengar asing. Cerita rakyat itu sampai sekarang masih menyatu dalam keseharian. Lutung Kasarung mengisahkan para menak di Kerajaan Galuh serta Kerajaan Sunda perihal Sang Hyang Guruminda yang diturunkan dari Kahyangan dalam rupa lutung.
Lutung sendiri merupakan kera dengan bulu berwarna hitam dan berekor panjang. Sebagai lutung, Sang Hyang Guruminda berakhir tersesat dalam sebuah hutan. Hal itulah yang mendasari namanya. Dalam Bahasa Sunda, Lutung Kasarung punya makna lutung yang tersesat.
Di tempat lain, ada Prabu Tapa Agung yang merupakan raja Kerajaan Pasir Batang. Dia sudah tua dan sakit-sakitan. Karenanya, dia berencana menunjuk salah satu putrinya untuk meneruskan tahta. Keputusan itu tentu harus dipertimbangkan dengan matang. Sementara dari tujuh orang putri yang dimilikinya, lima di antaranya sudah menikah.
Dua putrinya yang belum menikah ialah Putri Purbararang dan Putri Purbasari, keduanya masih tinggal di istana bersama sang ayah. Tapi Sang raja merasa tidak cocok dijadikan sebagai penerus. Namun pada akhirnya dia memutuskan akan menjadikan Purbasari sebagai pengganti.
Sebagaimana cerita rakyat lainnya, Putri Purbararang dan calon suaminya tidak menerima keputusan tersebut. Dia lantas pergi ke dukun dan membuat Purbasari menjadi terkena penyakit kulit yang mematikan.
Purbararang menghasut sang ayah untuk mengasingkan Purbasari ke hutan agar kerajaan tersebut selamat dari kutukan. Di hutan tersebut, Purbasari bertemu Lutung Kasarung dan sering memberinya makan. Lutung Kasarung juga yang berhasil menyembuhkan penyakit kulitnya.
Singkat cerita, Purbasari kembali ke istana. Namun Purbararang yang gusar akan kekuasaannya mengajukan adu tanding dengan Purbasari. Banyak perlombaan dimenangkan oleh Purbasari. Untuk menyiasati hal tersebut, Purbararang mengadakan adu ketampanan tunangan.
Purbararang mengamit tangan Raden Indrajaya dengan senyum kemenangan, sementara Purbasari menggandeng Lutung Kasarung. Khalayak tentu terhenyak karena Purbasari memiliki tunangan seekor kera.
Namun siapa nyana, wujud Lutung Kasarung berubah kembali jadi Sang Hyang Guruminda, makhluk kahyangan yang amat tampan. Alhasil, kedudukan Purbararang dapat digantikan oleh Purbasari.
Hikayat Lutung Kasarung dianggap sebagai cerita keramat pada masanya. Bahkan budayawan Sunda, Ajip Rosidi (alm) menyebut cerita itu tidak hanya sakral; tetapi punya keindahan dibanding cerita sejenis seperti Ciung Wanara atau Mundinglaya di Kusumah.
Cerita tersebut dianggap punya fungsi sosial dan kerap hadir dalam perhelatan. Tak ayal jika cerita ini juga turut mewarnai budaya dan tradisi Indonesia, sehingga tak sedikit orang mengulik, mengkaji, serta menerjemahkannya ke dalam bahasa asing.