KMP Tampomas II

Kisah Tenggelamnya KMP Tampomas II di Perairan Masalembo

Posted on

Tepatnya tanggal 27 Januari 1981 silam, Kapal Motor Penyebrangan (KMP) Tampomas II terbakar dan tenggelam di Perairan Masalembo, Laut Jawa.

Kala itu, kapal yang dikelola PT Pelni ini tengah berlayar dari Jakarta menuju Ujungpandang (sekarang Makassar) sejak 24 Januari 1981. Terhitung sejak 1980-an, KMP Tampomas yang sebelumnya digunakan untuk melayani perjalanan haji itu menjadi salah satu kapal laut yang melayani penumpang antarpulau.

Lalu, bagaimana kronologi kejadian tenggelamnya KMP Tampomas II di Perairan Masalembo ini?

Diceritakan bahwa tanda-tanda musibah itu sebenarnya sudah terlihat dari rusaknya salah satu mesin kapal sebelum bertolak dari Dermaga Tanjung Priok. Kapal yang dijadwalkan sudah sampai di Makassar sekitar pukul 10.00 WIB pagi pada 26 Januari 1981 itu pun pada akhirnya tidak pernah sampai tujuan, dan karam untuk selama-lamanya.

Kapal yang saat itu sudah berusia 25 tahun tersebut dinakhodai Kapten Abdul Rivai dengan estimasi seluruh penumpang saat itu, termasuk awak kapal dan sekitar 300 “penumpang gelap” sebanyak 1.442 orang. Tak hanya itu, KMP Tampomas II juga mengangkut 191 mobil dan sekitar 200 sepeda motor serta mesin giling.

Api pertama kali muncul sejak 25 Januari 1981 malam dan mulai menjalar hingga ke bagian dek bawah kapal dengan cepat. Selain itu, hujan deras yang mengguyur Laut Jawa pada keesokan harinya membuat proses evakuasi berjalan lambat. Kebakaran itu berawal dari beberapa bagian mesin yang mengalami kebocoran bahan bakar.

Kebocoran tersebut disebabkan oleh badai besar yang melanda perairan. Akibatnya, kapal pun miring hingga 45 derajat. Kemudian setelah itu muncul asap disertai api yang mulai membesar. Kejadian itu pun membuat penumpang mengalami kepanikan hingga beberapa penumpang memutuskan terjun ke laut.

Kapal Pelni atau kapal lain yang ada di sekitar kapal Tampomas II saat itu juga diperintahkan untuk mendekat dan memberikan pertolongan. Beberapa kapal yang diperintahkan mendekat saat itu di antaranya Wayabula, Ilmanul, Brantas, dua kapal penyapu ranjau Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI-AL), dan sebuah kapal navigasi Perhubungan Laut.

Pada 27 Januari 1981, sekitar pukul 12.42 WIB, KMP Tampomas II akhirnya tenggelam, meskipun berbagai usaha penyelamatan telah dilakukan. Kapal berbobot 2.420 ton itu tenggelam di Selat Makassar dekat Pulau Masalembo, atau sekitar 22 mil laut menjelang pelabuhan tujuan Ujungpandang.

Sementara itu hingga 27 Januari 1981 malam hari, setidaknya ada 566 orang penumpang yang berhasil diselamatkan ke atas kapal-kapal yang datang menolong. Upaya penyelamatan tak berjalan maksimal akibat terkendala cuaca buruk.

Bahkan Pesawat Albatros UF-Skuadron Udara-5 TNI Angkatan Udara (AU) yang bermaksud mendarat di perairan sekitar lokasi kejadian harus mengurungkan rencana pendaratan akibat hujan, angin kencang, dan gelombang besar setinggi 7 s.d 10 meter yang terjadi di lokasi kejadian.

Tak hanya itu saja, di udara juga terhalangi oleh kabut tebal. Sehingga, untuk menemukan lokasi Kapal Tampomas II, pesawat Albatros pun harus terbang rendah sekitar 350 s.d 500 kaki dari permukaan laut. Seiring berjalannya waktu, peristiwa tenggelamnya KMP Tampomas II pun dikenang sebagai tragedi kemanusiaan yang sangat memilukan.

Peristiwa ini juga tercatat sebagai musibah terbesar dalam sejarah maritim nasional, sekaligus juga menjadi musibah ketiga yang tergolong terbesar di dunia saat itu.

Pasalnya musibah ini menelan korban jiwa hingga 431 orang meninggal dunia, baik itu penumpang maupun awak kapal. Disebutkan bahwa kecelakaan kapal itu berasal dari percikan api di kabin kendaraan. Percikan api itu pun kemudian membesar hingga menjalar ke seluruh bagian kapal.

Kebakaran tersebut juga diduga akibat rendahnya disiplin penumpang dan awak kapal tentang keselamatan pelayaran, di antaranya tidak mematuhi larangan merokok di tempat-tempat tertentu, seperti kabin kendaraan selama pelayaran.

Selain rendahnya disiplin penumpang, tenggelamnya KMP Tampomas II juga diakibatkan oleh awak kapal yang tidak memahami cara dan prosedur penggunaan semua peralatan pertolongan.

Belakangan diketahui bahwa baju pelampung (life jacket) ternyata tidak dapat digunakan untuk penumpang awam serta radio portabel yang seharusnya ada di dalam sekoci juga tidak berada di tempatnya. Atas keteledoran itu, sejumlah awak kapal pun mendapat sanksi administratif oleh Mahkamah Pelayaran.

Peristiwa kecelakaan KMP Tampomas II juga diabadikan dalam sebuah lagu oleh musisi legendaris, Ebiet G. Ade dengan lagunya yang berjudul “Sebuah Tragedi 1981”. Tak hanya Ebiet G. Ade, musisi legendaris lainnya, Iwan Fals juga turut mengabadikannya dalam lagu berjudul “Celoteh Camar Tolol”.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *