Koropak.co.id – Pada tanggal 12 Mei 1998, sebuah tragedi yang mengguncang Indonesia terjadi di kampus Universitas Trisakti. Ribuan mahasiswa berkumpul untuk menyuarakan tuntutan agar Soeharto turun dari jabatannya sebagai Presiden.
Namun, apa yang seharusnya menjadi aksi demonstrasi yang damai berubah menjadi peristiwa tragis yang menelan korban jiwa.
Elang Mulia Lesmana, seorang mahasiswa arsitektur berusia 19 tahun, menjadi salah satu korban yang gugur dalam Tragedi Trisakti.
Bersama dengan teman-temannya, Elang berani menghadapi risiko untuk menyuarakan aspirasi reformasi. Namun, nasib tragis menimpanya saat dia tertembak di bagian jantung, mengakhiri hidupnya di Rumah Sakit Sumber Waras.
Heri Hertanto, mahasiswa jurusan Teknik Mesin, juga menjadi korban yang tak berdosa dalam peristiwa tersebut. Timah panas menembus dadanya, mengakhiri usaha-usahanya untuk membangun bengkel dan membantu teman-temannya yang putus sekolah.
Baca: 12 Mei 1998, Tragedi Kelam Trisakti Demi Indonesia Terang
Hafidin Royan, dikenal sebagai mahasiswa yang ramah, religius, dan aktif berorganisasi, juga tidak luput dari nasib tragis. Tertembak di kepala, nyawanya tidak dapat diselamatkan, meninggalkan duka yang mendalam bagi keluarga dan teman-temannya.
Hendriawan Sie, mahasiswa ekonomi yang berasal dari Balikpapan, juga menjadi salah satu korban yang terkena tembakan mematikan. Saat hendak melarikan diri, dia tertembak di lehernya, mengakhiri hidupnya di usia yang masih muda.
Keempat mahasiswa ini tidak hanya menjadi korban Tragedi Trisakti, namun juga diakui sebagai Pahlawan Reformasi. Mereka menjadi simbol perjuangan mahasiswa dalam menyuarakan kebebasan dan keadilan, meskipun harus mengorbankan nyawa mereka.
Tragedi Trisakti, dengan segala kepahitan dan duka yang menyertainya, tetap menjadi bagian tak terpisahkan dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia.
Baca juga: Muasal Kemunculan Garong di Indonesia
