Koropak.co.id – Pada 23 April 1974, dunia penerbangan mengalami tragedi yang menyedihkan ketika Pan American (Pan Am), maskapai legendaris Amerika Serikat, mengalami kecelakaan maut di Bali, menewaskan 107 penumpang dan awaknya. Kecelakaan ini meninggalkan bekas luka yang mendalam dalam sejarah industri penerbangan global.
William Pierce, General Services Officer (GSO) AS yang berdinas di Surabaya pada saat itu, ditugaskan untuk menyelidiki insiden mengerikan tersebut. Dari 107 korban, 26 di antaranya adalah warga AS, sementara sisanya berasal dari berbagai negara di seluruh dunia.
Dia menyaksikan sendiri bagaimana masyarakat Bali berjuang untuk mengevakuasi korban dalam waktu yang sangat singkat. Meskipun militer AS dan FBI mengalami kesulitan mencapai lokasi kejadian yang terpencil, masyarakat Bali mampu menembus hutan lebat dan sampai di lokasi kecelakaan hanya dalam tempo 12 jam.
Peristiwa tragis ini menjadi catatan kelam dalam sejarah Pan Am, yang sebelumnya merupakan satu-satunya maskapai non-Indonesia yang diizinkan mendarat di luar Jakarta dengan frekuensi dua flight dalam seminggu. Kecelakaan ini membawa kesedihan mendalam bagi banyak pihak dan mengguncang fondasi maskapai tersebut.
Baca: 43 Tahun yang Lalu: Pesawat Garuda Dibajak oleh Komando Jihad
Misteri jatuhnya pesawat Boeing 707 Pan Am 812 bermula pada 22 April 1974. Meskipun pesawat telah meminta clearance untuk mendarat di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, pilot mengaku kesulitan melihat landasan.
Pagi hari 23 April 1974, puing pesawat ditemukan di Gunung Tinga-tinga, Desa Patas, Gerokgak, Buleleng, Bali. Hasil investigasi menyimpulkan bahwa keputusan belok kanan yang terlalu cepat adalah penyebab pesawat menabrak gunung dan terbakar.
Meskipun pesawat dilengkapi dengan radar tercanggih pada zamannya, kecelakaan ini tetap menjadi misteri yang belum terpecahkan dalam sejarah penerbangan.
Baca juga: Tragisnya Kisah Adam Air: Dari Pesawat Terkenal Hingga Tutup Buku