Peran Kesultanan Riau Lingga dalam Pembentukan Bahasa Indonesia

Posted on

Koropak.co.id – Kesultanan Riau Lingga, sebuah kerajaan Islam yang berlokasi di Kepulauan Riau Lingga, Kabupaten Lingga, Riau, merupakah entitas historis yang berakar dari perpecahan Kesultanan Johor. 

Sejarahnya diukir melalui perjanjian Traktat London pada tahun 1824, sebuah perjanjian antara Britania Raya dan Belanda yang membentuk entitas baru di wilayah tersebut.

Menurut buku “Cerita Kerajaan Nusantara Populer,” Kesultanan Riau Lingga awalnya merupakan bagian integral dari Kesultanan Malaka dan kemudian Kesultanan Johor Riau. Kerajaan ini adalah pewaris langsung dari Kesultanan Johor yang pernah mendominasi daerah tersebut.

Kesultanan Johor-Riau-Lingga-Pahang, juga dikenal sebagai Kerajaan Melayu ke-10, dipimpin oleh Sultan Mahmud Syah II (1685 – 1699). Sayangnya, kekurangan keturunan untuk meneruskan tahta Sultan Mahmud menimbulkan perselisihan suksesi. 

Britania Raya mendukung putra tertua Husaain, sementara Belanda mendukung adik tirinya Abdul Rahman. Traktat London kemudian membagi kedua kesultanan ini, dengan Johor di bawah Inggris dan Riau Lingga di bawah pengaruh Belanda.

Abdul Rahman kemudian diangkat sebagai Sultan Abdul Rahman Muadzam Syah, memimpin Kesultanan Riau Lingga. Kesultanan ini memainkan peran sentral dalam pembentukan bahasa Melayu, yang kemudian menjadi dasar bahasa Indonesia. 

Raja Ali Haji, seorang pujangga dan sejarawan keturunan Melayu-Bugis, berkontribusi besar terhadap perkembangan bahasa ini. Sistem pemerintahan kesultanan ini terdiri dari yang dipertuan muda dan ulama. 

Baca: Rumah Adat Selaso Jatuh Kembar: Balai Musyawarah Bagi Masyarakat Riau

Yang dipertuan muda bertanggung jawab atas urusan militer, politik, ekonomi, dan perdagangan, sementara ulama berperan sebagai penasihat ilmiah.

Pusat pemerintahan Kesultanan Riau Lingga berada di Pulau Lingga, dipilih karena lokasinya yang strategis, terutama dalam konteks pertahanan. 

Kesultanan ini tidak hanya dikenal dengan keberhasilannya dalam bidang politik dan militer, tetapi juga untuk pengembangan kebudayaan dan tradisi kesusastraan serta keagamaan.

Kesultanan ini memainkan peran penting dalam perkembangan bahasa Melayu, dan upaya-upaya kesusastraan dan keagamaan membentuk intelektualitas masyarakatnya. 

Kesultanan Riau Lingga mendirikan sebuah percetakan surat kabar pada tahun 1850 dan membentuk perkumpulan cendikiawan untuk menerjemahkan karya bahasa asing serta menulis karya ilmiah.

Dalam aspek keagamaan, Riau Lingga menjadi pusat pembelajaran Islam di kawasan Melayu. Para ulama berkumpul di sana untuk mengajarkan ilmu keislaman, dan tarekat Naqsyabandiyah berkembang pesat. 

Pemikiran Abu Hamid Al-Ghazali, diteruskan oleh Raja Ali Haji yang belajar dari ulama di Madinah dan Makkah, membentuk landasan pemikiran fiqih dan tasawuf di kesultanan ini.

Baca juga: Kain Songket Siak Riau: Melambangkan Simbol Kepercayaan Budaya Melayu

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *