Pemberontakan di Sumatera Barat 3 Maret 1947

Peristiwa Pemberontakan di Sumatra Barat Pada 3 Maret 1947

Posted on

Pada 3 Maret 1947, terjadi sebuah upaya pemberontakan terhadap pemerintah Republik Indonesia oleh militan Islam di Sumatra Barat. Peristiwa ini ditandai dengan pertempuran bersenjata antara Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan para pejuang laskar, terutama di Bukittinggi, yang merupakan pusat Keresidenan Sumatra Barat.

Pemberontakan ini dipimpin oleh tokoh-tokoh seperti Saalah Yusuf Sutan Mangkuto, seorang organisator Muhammadiyah dari Padang Panjang, dan ulama Adam B.B. Beberapa tokoh lain berasal dari laskar Hizbullah, Lasjkar Muslimin Indonesia (Lasjmi), dan Sabilillah. Ketidakpuasan terhadap pemerintah Republik Indonesia yang dianggap belum cukup radikal dalam menghadapi Belanda menjadi salah satu latar belakang utama pemberontakan ini.

Menurut Audrey Kahin dalam bukunya Rebellion to Integration, ketidakpuasan ini diperburuk dengan ditariknya unit-unit tentara Indonesia dari Kota Padang akibat Perjanjian Linggarjati. Hal ini membuat penduduk setempat merasa terpinggirkan dan tidak puas.

Meskipun para pemberontak berhasil menangkap beberapa pegawai sipil, upaya mereka untuk merebut kekuasaan dari pemerintah dan menculik residen sipil Mr. Sutan Mohammad Rasyid serta Kolonel Ismail Lengah pada akhirnya gagal.

Seminggu sebelum peristiwa ini, pemerintah telah menerima informasi mengenai rencana pemberontakan dan mengambil langkah-langkah pencegahan, termasuk menyiagakan kedua target penculikan.

Pertempuran berlangsung singkat. Pasukan laskar Hizbullah yang berusaha menuju Bukittinggi dikepung oleh TNI. Dalam beberapa jam, mereka menyerah, dan sebagian dari mereka berusaha melarikan diri dengan membaur bersama warga sipil. Para pemberontak yang berhasil ditangkap kemudian dipenjarakan, namun beberapa hari kemudian dibebaskan dengan uang dan pakaian.

Dari pertempuran tersebut, satu tentara tewas, dan seorang pemberontak terluka. Dua pemimpin utama pemberontak dijatuhi hukuman penjara dan hukuman bebas bersyarat. Akibat dari peristiwa ini, pemerintah daerah memutuskan untuk melibatkan para militan ke dalam struktur komando militer, sebagai upaya untuk mengendalikan situasi dan mencegah pemberontakan serupa di masa mendatang.

Pemberontakan di Sumatra Barat pada 3 Maret 1947 mencerminkan ketegangan yang terjadi antara pemerintah Republik Indonesia dan kelompok-kelompok yang merasa tidak puas dengan kebijakan pemerintah.

Meskipun pemberontakan ini gagal, peristiwa tersebut menjadi bagian penting dari sejarah perjuangan Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan dan mengatasi tantangan yang ada.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *