Koropak.co.id, Banten – Selama masa perwalian Abdul Mufakhir Mahmud Abdul Kadir yang baru berusia lima bulan ketika ayahandanya wafat, konflik dan perang saudara mewarnai keluarga kerajaan. Bahkan pasca mangkatnya Maulana Muhammad, Banten mengalami masa deklinasi.
Puncak dari perang saudara itu bermuara pada peristiwa Pailir. Setelah itu, Banten mulai kembali menata diri. Dengan berakhirnya masa perwalian Sultan Muda pada Januari 1624, maka Sultan Abdul Mufakir Mahmud Abdul Kadir secara resmi diangkat sebagai Sultan Banten pada 23 juni 1596.
Sultan yang baru diangkat ini dikenal sebagai orang yang arif, bijaksana dan banyak memperhatikan kepentingan rakyatnya. Mulai dari bidang pertanian, pelayaran, hingga kesehatan rakyat kala itu mendapat perhatian utama dari Sultan Banten ini.
Tak hanya itu saja, ia juga berhasil menjalin hubungan diplomatik dengan negara-negara lain, terutama dengan negara-negara Islam. Sehingga ia pun menjadi penguasa Banten pertama yang mendapat gelar Sultan dari penguasa Arab di Mekah pada 1636.
Di sisi lain, Sultan Abdul Mufakhir juga dikenal sebagai sosok yang memiliki sikap tegas terhadap siapa pun yang mau memaksakan kehendaknya kepada Banten. Contohnya, ia menolak mentah-mentah kemauan VOC yang hendak memaksakan monopoli perdagangan di Banten.
Akibat dari kebijakannya itu, praktis saja masa pemerintahannya kala itu diwarnai oleh ketegangan hingga blokade perdagangan yang dilakukan oleh VOC terhadap Banten. Konflik antara Banten dengan Belanda juga semakin tajam, ketika VOC memperoleh tempat kedudukan di Batavia (sekarang Jakarta).
Konflik itu juga turut membuat persaingan dagang antara VOC dengan Banten sampai tak pernah berkesudahan. Dalam perjalanannya, VOC mengadakan siasat blokade terhadap pelabuhan niaga Banten.
Baca: Tahun 1576; Takluknya Kerajaan Pajajaran oleh Kesultanan Banten
Bahkan mereka juga melarang dan mencegah jung-jung dari Cina dan perahu-perahu dari Maluku yang akan berdagang ke pelabuhan Banten hingga membuat pelabuhan Banten hampir lumpuh.
Pada November 1933, perlawanan sengit yang dilakukan orang Banten terhadap VOC pecah dengan adanya “gerilya” yang dilakukan di laut sebagai “perompak” dan di daratan sebagai “perampok”.
Sehingga hal tersebut memprovokasi VOC untuk melakukan ekspedisi ke Tanam, Anyer, dan Lampung. Peristiwa itu juga membuat Kota Banten diblokade berkali-kali hingga menyebabkan situasi perang yang terus berlangsung selama enam tahun.
Bahkan, ketegangan itu masih terus terjadi hingga wafatnya Sultan Abul Mufakhir pada 1651-an, dan digantikan oleh Pangeran Adipati Anom Pangeran Surya, putra Abu al-Ma’ali Ahmad atau Pangeran Ratu Ing Banten atau Sultan Abu Fath Abdul Fattah atau yang lebih dikenal dengan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1672).
Dibawah kepemimpinan Sultan Ageng Tirtayasa yang ahli strategi perang itu, ia berhasil membina mental para prajurit Banten dengan cara mendatangkan guru-guru agama dari Arab, Aceh, Makassar, dan daerah lainnya.
Perhatiannya yang besar pada perkembangan pendidikan agama Islam juga mendorong pesatnya kemajuan Agama Islam selama pemerintahannya di Banten pada saat itu.