Sejarah Bakpia Yogyakarta, Hasil Akulturasi Perpaduan Dua Budaya

Posted on

 

Koropak.co.id – Jika kamu berkunjung ke Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), pasti kamu disana akan menemui banyak sekali penjual bakpia.

Diketahui, kue berbentuk bulat dan bercita rasa manis itu merupakan makanan yang terbuat dari tepung terigu, lalu diisi dengan olahan kacang hijau kemudian dipanggang.

Bakpia sendiri memang paling cocok dijadikan sebagai oleh-oleh ketika kamu berkunjung ke Yogyakarta dikarenakan kue tersebut juga disukai banyak orang dan tentunya bakpia pun mempunyai cerita sejarah yang menarik.

Saking terkenalnya, sampai ada yang beranggapan bahwa ‘belum ke Yogyakarta kalau belum beli bakpia’ karena bakpia sendiri memang dianggap sebagai makanan khas dari Yogyakarta.

Namun, siapa yang menyangka di balik ketenarannya itu, berdasarkan cerita sejarah bakpia, terungkap bahwa kue ini bukan berasal dari Yogyakarta.

Dilansir dari berbagai sumber, menurut catatan sejarahnya, bakpia pertama kalinya masuk ke Yogyakarta dengan di bawa oleh pendatang asal Negeri Tiongkok pada tahun 1940-an bernama Kwik Sun Kwok.

Sebenarnya bakpia juga cukup dikenal dengan sebutan kue pia yang berasal dari dialek Hokkian dengan nama asli Tou Luk Pia yang berarti roti isi daging.

Pada saat itu, Kwik mengenalkan kue pia ini sebagai kue yang berisi daging babi atau disebut ‘bak’. Sehingga nama bakpia sebenarnya berasal dari ‘bak’ dan ‘pia’ yang berarti roti isi daging babi.

Dulu, kulit bakpia terbuat dari tepung yang diberi minyak babi sebagai bahan untuk membuat adonan kalis dan tidak lengket. Adonan itu pun kemudian dipipihkan dan diberi isi daging babi yang dicincang dan diberi bumbu.

Namun saat itu, bakpia tersebut tidak disukai oleh masyarakat Yogyakarta. Hingga pada akhirnya bakpia Tiongkok itu diolah oleh masyarakat Yogyakarta dengan cara dimodifikasi dan disesuai dengan selera mereka.

 

 

Baca : Wedang Uwuh Memang Ampuh, Dari Yogyakarta ke Banyak Negara

Saat itu, masyarakat Yogyakarta yang penasaran dengan bakpia pada akhirnya membuat bakpia versi mereka sendiri tanpa minyak dan daging babi.

Isi bakpianya pun dimodifikasi dengan kacang hijau yang dihaluskan dan diberi gula, sehingga membuat kue bakpia hasil modifikasi mereka memiliki cita rasa yang legit dan sesuai dengan selera masyarakat Yogyakarta.

Cerita sejarah inilah yang membuat kue bakpia dianggap sebagai hasil akulturasi atau perpaduan dua budaya yaitu budaya Tionghoa dan budaya Jawa.

Pada tahun 1980-an, bakpia semakin populer di kalangan masyarakat sebagai makanan khas Yogyakarta. Saat Yogyakarta mulai ramai oleh pendatang, secara tidak langsung bakpia juga semakin digemari banyak orang. Sehingga mulai bermunculanlah produsen bakpia dengan skala rumahan.

Kawasan Pathuk pun merupakan kawasan yang pertama kali menjadi sentra bakpia dan seiring berjalannya waktu, industri rumahan ini semakin berkembang dan semakin banyak orang juga yang membuat bakpia.

Selain itu, dulu orang-orang tidak mengenal merek, sehingga untuk menamai bakpia, mereka menggunakan angka. Maka jangan heran, kalau kamu berkunjung ke kawasan Pathuk, kamu akan menjumpai berbagai toko dengan label Bakpia Pathuk 25, 29, 75 dan lain sebagainya.

Selain Pathuk, kamu juga bisa menjumpai sentra bakpia di Jalan Glagahsari. Disana banyak sekali toko oleh-oleh yang menawarkan berbagai merek bakpia.

Seiring berkembangnya zaman, bakpia juga mulai memiliki inovasi yang beragam dengan varian isi yang semakin beragam pula. Saat ini, kamu bisa menjumpai bakpia isi coklat, keju, ubi, ketan hitam bahkan krim vanila.

Untuk cara pengolahannya pun tidak hanya di panggang dalam tungku, akan tetapi juga dioven dalam mesin, bahkan ada yang dikukus. Sehingga membuat teksturnya pun beragam, ada yang lembut di dalam, ada yang krispi dan ada yang mirip seperti bolu. Kini, mereknya juga sudah sangat banyak, mulai dari merek lokal hingga merek kekinian.*

 

Lihat juga : Simak Berbagai Video Menarik Lainnya Disini

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *