Gerakan memerangi kantong plastik sampai dengan saat ini masih tengah digalakkan di seluruh dunia, tak terkecuali di Indonesia. Terlebih lagi, Indonesia sendiri menjadi penyumbang sampah plastik ke laut terbesar nomor dua di dunia.
Terlepas dari hal itu, pastinya siapa sangka bahwa ternyata dulu kantong plastik tersebut diciptakan untuk menyelamatkan bumi. Berdasarkan sejarahnya, kantong plastik pertama kali dibuat pada tahun 1959 oleh Sten Gustaf Thulin dengan tujuan untuk membantu lingkungan.
Alasan Thulin dalam menciptakan kantong plastik adalah untuk mengganti kantong kertas. Putra Thulin, Raoul Thulin pun kala itu mengatakan bahwa dunia tengah mencoba untuk menjaga sumber daya alamnya. Sehingga kantong plastik dinilai akan lebih mudah dibawa ke mana pun dan bisa dipakai secara berkali-kali.
Dilansir dari berbagai sumber, dalam sejarahnya, pada saat Perang Dunia II berkecamuk, industri plastik sintetis mengalami masa kejayaan. Hal itu dikarenakan adanya tuntutan untuk melestarikan sumber daya alam yang langka.
Sehingga, dengan demikian, produksi alternatif sintetis pun menjadi prioritas. Sepanjang periode perang berlangsung, penelitian tentang plastik juga terus dilakukan. Penelitian itu terbukti dengan ditemukannya polyethylene terephthalate (PET) pada tahun 1941.
PET sendiri merupakan bahan untuk membuat botol minuman bersoda dikarenakan cukup kuat menahan dua tekanan atmosfer. Hal ini jugalah yang membuktikan betapa serba gunanya bahan-bahan baru yang murah tersebut.
Kemudian pada masa-masa tersebut, optimisme terhadap plastik menjadi cenderung berlebihan. Bahkan setelah perang, terjadi sebuah pergeseran persepsi tentang plastik. Dia pun sudah tak lagi dipandang positif, terutama setelah puing-puing plastik di lautan pertama kali teramati pada tahun 1960-an.
Terlebih lagi, di tahun 1962-an Rachel Carson dalam bukunya “Silent Spring” mengungkapkan tentang bahaya pestisida. Ditambah lagi pada tahun 1969, tumpahan minyak di lepas pantai California juga mulai mendapatkan perhatian.
Kedua kasus tersebut pada akhirnya meningkatkan kekhawatiran tentang adanya polusi. Selain itu, kesadaran tentang isu lingkungan pun menyebar dan membuat plastik menjadi dipandang negatif.
Akibatnya, sejak tahun 1970-an hingga kini, plastik menjadi limbah yang diwaspadai. Bahkan saat ini, seluruh dunia kembali menggencarkan pemakaian barang-barang yang ramah lingkungan, termasuk kantong kertas.
Mereka mungkin mengalami biodegradasi lebih cepat, akan tetapi dikarenakan lebih berat mereka membutuhkan, lebih banyak lagi biaya transportasi. Selain itu, mereka juga membutuhkan lebih banyak air dan energi untuk membuatnya daripada yang dibutuhkan kantong plastik.
Masalahnya adalah bukan energi yang digunakan untuk menciptakan, tetapi mereka yang menjadi masalah. Itulah fakta bahwa manusia hanya membuangnya ketika kita tidak seharusnya melakukannya.*