Pada 17 September 1959, berdirinya Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) menjadi tonggak sejarah bagi perkembangan arsitektur di Indonesia.
Awalnya hanya dihadiri oleh 21 arsitek dari berbagai latar belakang, termasuk senior seperti Ars. F. Silaban dan Ars. Mohammad Soesilo, serta para lulusan baru Jurusan Arsitektur ITB.
Pertemuan tersebut, yang diadakan di rumah saudara Ars. Lim Bwan Tjie di Bandung, menjadi momentum penting dalam merumuskan tujuan dan cita-cita IAI sebagai wadah profesi bagi arsitek di Indonesia.
Seiring berjalannya waktu, IAI tumbuh menjadi organisasi besar dengan lebih dari 11.000 anggota yang terdaftar melalui 34 kepengurusan daerah dan 2 kepengurusan cabang di seluruh Indonesia. Salah satu pencapaian signifikan adalah pembentukan kepengurusan daerah termuda di Nusa Tenggara Timur pada 27 Oktober 2007.
Melalui keanggotaannya di ARCASIA (Architects Regional Council of Asia) sejak 1972 dan di UIA (Union Internationale des Architectes) sejak 1974, IAI aktif dalam kegiatan internasional, sementara di dalam negeri, IAI menjalin kerja sama dengan pemerintah dan asosiasi profesi lainnya.
Perjuangan pendiri IAI, seperti Ars. F. Silaban dan Ir. Soehartono Soesilo, merefleksikan tekad untuk menciptakan wadah bagi arsitek Indonesia yang berorientasi pada profesionalisme dan keberlanjutan.
Dari pertemuan-pertemuan sederhana di Bandung pada tahun 1959, lahir sebuah lembaga yang menjadi pusat bagi perkembangan arsitektur di Indonesia.
Dengan semangat yang sama, IAI terus berupaya menjaga standar etika dan kualitas dalam praktik arsitektur di Indonesia.